Rabu, 23 Oktober 2013

brem madiun

mantab

SEJARAH KABUPATEN MADIUN



Kabupaten Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah, berdiri pada tanggal paro terang, bulan Muharam, tahun 1568 Masehi tepatnya jatuh hari Karnis Kilwon tanggal 18 Juli 1568 / Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be - Jawa Islam.
Berawal pada masa kesultanan Demak, yang ditandai dengan perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Patiunus dengan Raden Ayu Retno Lembah putri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan Dolopo. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke desa Sogaten dengan nama baru Purabaya (sekarang Madiun). Pangeran Surya Patiunus menduduki kesultanan hingga tahun 1521 dan diteruskan oleh Kyai Rekso Gati. (Sogaten = tempat Rekso Gati)
Pangeran Timoer dilantik menjadi Supati di Purabaya tanggal 18 Jull 1568 berpusat di desa Sogaten. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah seorang Bupati dan berakhirlah pemerintahan pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak dari tahun 1518 - 1568.
Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari desa Sogaten ke desa Wonorejo atau Kuncen, Kota Madiun sampai tahun 1590.
Pada tahun 1686, kekuasaan pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Bupati Pangeran Timoer (Panembahan Rama) kepada putrinya Raden Ayu Retno Djumilah.. Bupati inilah selaku senopati manggalaning perang yang memimpin prajurit-prajurit Mancanegara Timur.
Pada tahun 1586 dan 1587 Mataram melakukan penyerangan ke Purbaya dengan Mataram menderita kekalahan berat. Pada tahun 1590, dengan berpura-pura menyatakan takluk, Mataram menyerang pusat istana Kabupaten Purbaya yang hanya dipertahankan oleh Raden Ayu Retno Djumilah dengan sejumlah kesil pengawalnya. Perang tanding terjadi antara Sutawidjaja dengan Raden Ayu Retno Djumilah dilakukan disekitar sendang di dekat istana Kabupaten Wonorejo (Madiun)
Pusaka Tundung Madiun berhasil direbut oleh Sutawidjaja dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Djumilah dipersunting oleh Sutawidjaja dan diboyong ke istana Mataram di Pleret (Jogyakarta) sebagai peringatan penguasaan Mataram atas Purbaya tersebut maka pada hari jum'at Legi tanggal 16 Nopember 1590 Masehi nama “Purbaya” diganti menjadi “Madiun ”

Rabu, 25 September 2013

cara membuat BREM




Cara Membuat Brem Madiun Padat Cair
Brem merupakan makanan tradisional khas indonesia yang terbuat dari sari ketan. Brem sendiri ada dua jenis yaitu brem yang berbentuk  padat yang sering dijadikan cemilan enak dari kota madiun. Brem madiun memiliki warna agak kekuning kuningan dan bentuk lempengan segi panjang



Cara membuat brem sangat sederhana namun memerlukan kesabaran. Brem bukan termasuk jenis kue walaupun mirip biskuit. Brem padat memiliki Rasa khas nusantara dan langsung terasa saat pertama kali dimakan. Brem akan langsung lumer dimulut memberikan sensasi dingin dan bau yang harum.

  
Jika anda berkunjung ke jawa timur sangat mudah menemukan brem dan jangan lupa membelinya sebagai oleh oleh. Sekarang brem telah diinovasi sehingga memiliki berbagai pilihan rasa brem yang berbeda.Bahan baku membuat Brem hanya beras ketan hitam / putih saja. Sedangkan proses pembuatan brem dibagi menjadi beberapa cara. berikut proses cara membuat brem madiun ( brem padat ).
  • Beras ketan dicuci sampai bersih dan kemudian direndam.
  • Setelah beras ketan direndam kemudian dikukus selama kurang lebih 1 jam. Angakat.
  • Proses selanjutnya adalah peragian atau fermentasi selama kurang lebih 7 hari. 
  • Kemudian proses pemekatan atau pengepresan untuk mendapatkan sari tape. 
  • Langkah terakhir adalah pengadukan yang bertujuan untuk mendapatkan kristal kristal yang akan membentuk brem.
Brem memiliki beberapa manfaat diantaranya baik untuk kulit dan ada yang bilang dapat mengurangi jerawat. Namun mengkonsumsi secara berlebihan juga kurang baik untuk jantung karena brem ini mengandung kadar gula yang tinggi.



Selasa, 24 September 2013

Kamis, 19 September 2013

Manusia dapat dihancurkan
Manusia dapat dimatikan
akan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan
selama manusia itu setia pada hatinya
atau ber-SH pada dirinya sendiri

Falsafah Persaudaraan Setia Hati Terate itu ternyata sampai sekarang tetap bergaung dan berhasil melambungkan PSHT sebagai sebuah organisasi yang berpangkal pada “persaudaraan” yang kekal dan abadi.
Adalah Ki Hadjar Hardjo Oetomo, lelaki kelahiran Madiun pada tahun 1890. Karena ketekunannya mengabdi pada gurunya, yakni Ki Ngabehi Soerodiwiryo, terakhir ia pun mendapatkan kasih berlebih dan berhasil menguasai hampir seluruh ilmu sang guru hingga ia berhak menyandang predikat pendekar tingkat III dalam tataran ilmu Setia Hati (SH). Itu terjadi di desa Winongo saat bangsa Belanda mencengkeramkan kuku jajahannya di Indonesia.
Sebagai seorang pendekar, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pun berkeinginan luhur untuk mendarmakan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Untuk kebaikan sesama. Untuk keselamatan sesama. Untuk keselamatan dunia. Tapi jalan yang dirintis ternyata tidak semulus harapannya. Jalan itu berkelok penuh dengan aral rintangan. Terlebih saat itu jaman penjajahan. Ya, sampai Ki Hadjar sendiri terpaksa harus magang menjadi guru pada sekolah dasar di benteng Madiun, sesuai beliau menamatkan bangku sekolahnya. Tidak betah menjadi guru, Ki Hadjar beralih profesi sebagai Leerling Reambate di SS (PJKA/Kereta Api Indonesia saat ini – red) Bondowoso, Panarukan, dan Tapen.
Memasuki tahun 1906 terdorong oleh semangat pemberontakannya terhadap Negara Belanda – karena atasan beliau saat itu banyak yang asli Belanda -, Ki Hadjar keluar lagi dan melamar jadi mantri di pasar Spoor Madiun. Empat bulan berikutnya ia ditempatkan di Mlilir dan berhasil diangkat menjadi Ajund Opsioner pasar Mlilir, Dolopo, Uteran dan Pagotan.
Tapi lagi-lagi Ki Hadjar didera oleh semangat berontakannya. Menginjak tahun 1916 ia beralih profesi lagi dan bekerja di Pabrik gula Rejo Agung Madiun. Disinipun Ki Hadjar hanya betah untuk sementara waktu. Tahun 1917 ia keluar lagi dan bekerja di rumah gadai, hingga beliau bertemu dengan seorang tetua dari Tuban yang kemudian memberi pekerjaan kepadanya di stasion Madiun sebagai pekerja harian.
Dalam catatan acak yang berhasil dihimpun, di tempat barunya ini Ki Hadjar berhasil mendirikan perkumpulan “Harta Jaya” semacam perkumpulan koperasi guna melindungi kaumnya dari tindasan lintah darat. Tidak lama kemudian ketika VSTP (Persatuan Pegawai Kereta Api) lahir, nasib membawanya ke arah keberuntungan dan beliau diangkat menjadi Hoof Komisaris Madiun.
Senada dengan kedudukan yang disandangnya, kehidupannya pun bertambah membaik. Waktunya tidak sesempit seperti dulu-dulu lagi, saat beliau belum mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Dalam kesenggangan waktu yang dimiliki, Ki Hadjar berusaha menambah ilmunya dan nyantrik pada Ki Ngabehi Soerodiwiryo.
Data yang cukup bisa dipertanggungjawabkan menyebutkan dalam tahun-tahun inilah Setia Hati (SH) mulai disebut-sebut untuk mengganti nama dari sebuah perkumpulan silat yang semula bernama “Djojo Gendilo Cipto Mulyo”.
Masuk Sarikat Islam.
Memasuki tahun 1922, jiwa pemberontakan Ki Hadjar membara lagi dan beliau bergabung dengan Sarikat Islam (SI), untuk bersama-sama mengusir negara penjajah, malah beliau sendiri sempat ditunjuk sebagai pengurus. Sedangkan di waktu senggang, ia tetap mendarmakan ilmunya dan berhasil mendirikan perguruan silat yang diberi nama SH Pencak Spor Club. Tepatnya di desa Pilangbangau – Kodya Madiun Jawa Timur, kendati tidak berjalan lama karena tercium Belanda dan dibubarkan.
Namun demikian semangat Ki Hadjar bukannya nglokro (melemah), tapi malah semakin berkobar-kobar. Kebenciannya kepada negara penjajah kian hari kian bertambah. Tipu muslihatpun dijalankan. Untuk mengelabuhi Belanda, SH Pencak Sport Club yang dibubarkan Belanda, diam-diam dirintis kembali dengan siasat menghilangkan kata “Pencak” hingga tinggal “SH Sport Club”. Rupanya nasib baik berpihak kepada Ki Hadjar. Muslihat yang dijalankan berhasil, terbukti Belanda membiarkan kegiatannya itu berjalan sampai beliau berhasil melahirkan murid pertamanya yakni, Idris dari Dandang Jati Loceret Nganjuk, lalu Mujini, Jayapana dan masih banyak lagi yang tersebar sampai Kertosono, Jombang, Ngantang, Lamongan, Solo dan Yogyakarta.
Ditangkap Belanda.
Demikianlah, hingga bertambah hari, bulan dan tahun, murid-murid Ki Hadjar pun kian bertambah. Kesempatan ini digunakan oleh Ki Hadjar guna memperkokoh perlawanannya dalam menentang penjajah Belanda. Sayang, pada tahun 1925 Belanda mencium jejaknya dan Ki Hadjar Hardjo Oetomo ditangkap lalu dimasukkan dalam penjara Madiun.
Pupuskah semangat beliau ? Ternyata tidak. Bahkan semakin menggelegak. Dengan diam-diam beliau berusaha membujuk rekan senasib yang ditahan di penjara untuk mengadakan pemberontakan lagi. Sayangnya sebelum berhasil, lagi-lagi Belanda mencium gelagatnya. Untuk tindakan pengamanan, Ki Hadjar pun dipindah ke penjara Cipinang dan seterusnya dipindah di penjara Padang Panjang Sumatera. Ki Hadjar baru bisa menghirup udara kebebasan setelah lima tahun mendekam di penjara dan kembali lagi ke kampung halamannya, yakni Pilangbangau, Madiun.
Selang beberapa bulan, setelah beliau menghirup udara kebebasan dan kembali ke kampung halaman, kegiatan yang sempat macet, mulai digalakan lagi. Dengan tertatih beliau terus memacu semangat dan mengembangkan sayapnya. Memasuki tahun 1942 bertepatan dengan datangnya Jepang ke Indonesia SH Pemuda Sport Club diganti nama menjadi “SH Terate”. Konon nama ini diambil setelah Ki Hadjar mempertimbangkan inisiatif dari salah seorang muridnya Soeratno Soerengpati. Beliau merupakan salah seorang tokoh Indonesia Muda.
Selang enam tahun kemudian yaitu tahun 1948 SH Terate mulai berkembang merambah ke segenap penjuru. Ajaran SH Terate pun mulai dikenal oleh masyarakat luas. Dan jaman kesengsaraanpun sudah berganti. Proklamasi kemerdekaan RI yang dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta dalam tempo singkat telah membawa perubahan besar dalam segala aspek kehidupan. Termasuk juga didalamnya, kebebasan untuk bertindak dan berpendapat. Atas prakarsa Soetomo Mangku Negoro, Darsono, serta saudara seperguruan lainnya diadakan konferensi di Pilangbangau (di rumah Alm Ki Hadjar Hardjo Oetomo). Dari konferensi itu lahirlah ide-ide yang cukup bagus, yakni SH Terate yang semenjak berdirinya berstatus “Perguruan Pencak Silat” dirubah menjadi organisasi “Persaudaraan Setia Hati Terate”. Selanjutnya Soetomo Mangkudjajo diangkat menjadi ketuanya dan Darsono menjadi wakil ketua.
Tahun 1950, karena Soetomo Mangkudjojo pindah ke Surabaya, maka ketuanya diambil alih oleh Irsad. Pada tahun ini pula Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah seorang tokoh pendiri PSHT, mendapatkan pengakuan dari pemerintah Pusat dan ditetapkan sebagai “Pahlawan Perintis Kemerdekaan” atas jasa-jasa beliau dalam perjuangan menentang penjajah Belanda.